HKTI Ingin Kepemimpinan Baru



HKTI menginginkan kepemimpinan baru. Karena itu, sejumlah petinggi Dewan Pimpinan Nasional dan Dewan Pimpinan Pusat mendesak agar pemilihan ketua umum HKTI mendatang tidak secara aklamasi. Munas, 12 Juli 2010 di Bali diharapkan melahirkan Ketua Umum baru yang bisa membawa kesejahteraan bagi anggota.

Herri Suginaryo, Ketua DPP Jawa Timur kepada pers, kemarin, mengungkapkan pentingnya kepemimpinan baru yang bisa menampung aspirasi anggota, terutama petani. Meski bisa mengangkat nama organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, kepemimpinan Prabowo Subianto, tak aspiratif.

Menurut Herri, kepemimpinan Prabowo yang sebentar lagi mengakhiri masa tugasnya, tak sepenuhnya sesuai yang diharapkan. Banyaknya aturan protokoler atau kepentingan memunculkan kesan Prabowo sosok yang sulit ditemui, bahkan oleh ketua DPP sekalipun. "Bagaimana aspirasi petani dapat disampaikan jika untuk bertemu saja sulit."

Jelang Munas, sejumlah nama calon kandidat ketua umum sudah bermunculan, untuk menggantikan Prabowo. Selain mantan Pangkostrad itu, bursa kandidat juga diramaikan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso dan bekas Wakil Ketua MPR (2002-2004) Oesman Sapta Odang, serta beberapa nama lainnya.

Karena itu, banyak pihak menghendaki pemilihan nakhoda HKTI mendatangi tak dipilih secara aklamasi. Mereka menunjuk pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat 2010-2015, yang dibuka secara bebas, dengan menyerahkannya sepenuhnya kepada anggota. Inilah pemilihan demokratis, tanpa intervensi yang memenangkan Anas Urbaningrum.

Secara khusus Herri Suginaryo mengapresiasi kemunculan Oesman Sapta, salah satu calon kuat. Ia mengungkapkan munculnya nama pengusaha asal Kalimantan itu, bukan hal yang mengherankan. Ia akrab dengan kalangan petani. Oesman sempat menjabat ketua asosiasi perdagangan jeruk wilayah Kalimantan Barat.

Dari total 550 Dewan Pimpinan Kabupaten kota, sebanyak 280 yang menghendaki Oesman maju. Herri meyakini angka tersebut sudah di atas 50%. Karena itu, ia berharap pemilihan ketua umum HKTI, jangan sampai tak demokratis apalagi aklamasi.

Herri berharap jika nanti di bawah kepimpinan Oesman, HKTI bisa mengubah nasib petani yang kini masih jauh dari sejahtera. HKTI menurut dia, mencari figur baru pemimpin. Terutama yang mengerti susahnya hidup di sawah. Untuk kriteria itu, Oesman dinilai tepat. "Oesmam berpengalaman dalam bisnis pertanian, merakyat, egaliter, tak protokoler, visioner bagi petani,"

Petani Menyedihkan

Menjadi petani di Indonesia masih menyedihkan, jauh dari tingkat kesejahteraan. Juru bicara Koalisi 16 organisasi Sikap Tani, Dwi Astuti mengatakan rata-rata per hari seorang petani hanya mendapat upah Rp5.175. Jumlah penghasilan itu dialami oleh 17 juta penduduk yang semua, petani.

"Jumlah itu kecil sekali, karena tidak mencukupi, bahkan untuk hidup sehari-hari," kata Dwi Astuti di restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta, Senin, 26 April 2010.

Menurut Dwi, nasib petani menyedihkan karena dalam dua tahun terakhir, kenaikan penghasilan yang diterima petani hanya Rp800. Data Serikat Petani Indonesia, pada 2007, rata-rata penghasilan yang disurvei hanya Rp4.375 dan 2009 naik Rp800 menjadi Rp5.175.

Yakub, perwakilan dari Serikat Petani Indonesia mengatakan, penghasilan itu cukup rendah untuk keluarga petani yang dihitung per keluarganya ada empat orang. Angka ini lebih menyedihkan, kata dia, karena kalau dibandingkan penghasilan dengan inflasi, tingkat inflasi lebih tinggi

Buruknya nasib petani, kata Yakub, karena ongkos proses dalam produksi pertanian sangat mahal. Mulai dari biaya menjelang penggarapan lahan sampai masa panen.

Repotnya lagi, masyarakat petani yang sulit mendapatkan akses, lebih banyak membeli pupuk yang harganya Rp180 ribu per sak. Pemerintah seharusnya memperhatikan nasib petani, dengan melakukan reforma agraria, bukan malah kemudian menggelar food estate.

www.intancell.co.cc

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More